jump to navigation

Harta Karun Cirebon, Warisan Budaya Bangsa Haruskah Dilelang ? Juli 28, 2010

Posted by kotakpencil in Serba-Serbi.
add a comment

*
Diduga Peninggalan Dinasti Ming 1000 Tahun yang Lalu
*
Unesco Melarang Lelang Warisan budaya

Pemerintah akan melelang 271.381 keping benda berharga muatan kapal tenggelam yang diangkat dari perairan Cirebon, pada 5 Mei 2010. Pelelangan dilakukan melalui Kantor Piutang Kekayaan Negara dan Lelang Jakarta III dan terbuka untuk pasar internasional. Barang ini terdiri dari ribuan potong batu permata, rubi, emas, dan keramik Kerajaan Tiongkok, serta perkakas gelas Kerajaan Persia. Hasil lelang menurut rencana akan dibagi rata antara pemerintah dan perusahaan yang melakukan eksplorasi. Pengangkatan benda berharga muatan kapal tenggelam di Cirebon yang berlangsung sejak Februari 2004 hingga Oktober 2005 itu dilakukan oleh PT Paradigma Putra Sejahtera bekerja sama dengan Cosmix Underwater Research Ltd dengan izin Pemerintah Indonesia.

Sebanyak 2.366 benda bersejarah berupa mangkok dan piring yang ditaksir bernilai Rp 47 miliar akan diserahkan ke Panitia Nasional Barang Muatan Kapal Tenggelam (Pannas BMKT). Barang-barang berharga itu diduga dari dasar perairan Cirebon, Jawa Barat. Menurut Komandan Pangkalan TNI Angkatan Laut Cirebon Letkol (P) Deny Septiana, harta karun itu ditemukan dari dua kapal tanpa awak, yaitu KLM Alini Jaya dan KLM Asli, Juli tahun lalu. Itu akan kami serahkan, rencananya akan diserahkan ke Pannas BMKT ,” kata Deny di markasnya, Senin (29/3/2010). Dari jumlah tersebut, lanjut Deny, pihaknya akan memilah barang-barang yang akan dijadikan sebagai barang bukti sebelum diserahkan. Penanganan kasus ini selanjutnya diserahkan kepada Bareskrim Mabes Polri.

Disebutkan Deny, nilai satu buah mangkok yang ternyata peninggalan Dinasti Ming dari Tiongkok itu bisa mencapai Rp 20 juta per item. Jika jumlahnya mencapai 2.366 item, bisa ditaksir nilai totalnya mencapai Rp 47,3 miliar. Ada seorang kolektor yang berani membeli barang kuno itu Rp 20 juta per item. Jika dikalikan, jumlah semuanya bisa mencapai Rp 47,3 miliar,” katanya. Pada beberapa bulan lalu , petugas patroli TNI AL mencurigai kapal tanpa awak yang mengapung di perairan sekitar Ciasem Blanakan, Kabupaten Subang, Jawa Barat. Dari dalam kapal tersebut petugas menemukan ribuan benda kuno berupa mangkok dan piring peninggalan Dinasti Ming. Mengenai kemungkinan harta karun lain yang terpendam di sekitar perairan Cirebon, Deny meyakini hal tersebut bisa terjadi.

BMKT (Benda Muatan Kapal Tenggelam) diarsipkan secara khusus oleh tim dari perusahaan jasa pengarsipan PT.Paradigma Putera Sejahtera sejak Pengangkatan diatas kapal di utara Cirebon.”Kami melakukan pengarsipan sejak pengangkatan BMKT di atas kapal,” kata Direktur Utama Paradigma Putera Sejahtera Andi Agung T di sela-sela acara lelang BMKT Cirebon di Ballroom Mina Bahari III Gedung Kementerian Kelautan dan Perikanan, Rabu di Jakarta.

Andi mengemukakan, sistem pengarsipan BMKT pertama dilakukan ketika pengangkatan dari bawah laut. Tim pengarsipan tersebut memiliki nomor awal BMKT dan ketika diklasifikasikan setiap barang memiliki dua nomor yaitu nomor nomor awal pengangkatan dari dasar laut dan nomor jenis klasifikasi barang. Pengarsipan yang dilakukan perusahaan Andi melibatkan hampir 40 orang sedangkan Panitia Nasional BMKT melibatkan dua arkeolog dari Pusat Penelitian dan Pengembangan Arkeologi Nasional. “Mereka setiap hari bekerjasama untuk melakukan klasifikasi barang, yang dilakukan dari sejak awal pengangkatan BMKT yaitu pada bulan April 2004 sampai dengan turunnya izin pemanfaatan di tahun 2006 hingga 2007,” kata Andi.

Proses pengarsipan dan desalinasi itu dilakukan selama selama satu setengah tahun setelah pengangkatan terakhir pada bulan oktober 2005. Pengarsipan dilakukan dengan pengawasannya dari unsur TNI AL Lantamal II Tanjung Priok yang menugaskan empat marinir di kapal. Pengawas lainnya adalah dari Kementerian Kelautan dan Perikanan, Kementerian Kebudayaan dan Pariwisata serta dari Kementerian Pertahanan yang masing-masing menugaskan satu pengawas.

Museum bawah laut

Fenomena penemuan ribuan artefak bawah laut yang menggambarkan jejak kejayaan maritim Indonesia pada masa lampau sudah saatnya mendorong pemerintah untuk mendirikan museum bawah laut serta membangun museum bahari pada lokasi-lokasi eks kerajaan bahari. Sudirman mengemukakan, sudah saatnya Indonesia memiliki museum artefak bawah laut yang menjadi bukti jejak kejayaan maritim Nusantara pada abad silam. Museum itu tidak hanya menampilkan nilai sejarah kapal beserta isinya, tetapi juga kemajuan budaya kerajaan-kerajaan di Nusantara. ”Museum itu bisa menggambarkan nilai sejarah kapal beserta peninggalannya, kerajaan Indonesia, atau negara lain yang pernah bermitra dengan kerajaan kita pada masa lampau,” ujarnya.

Kendati demikian, ujar Sudirman, keinginan itu terbentur kapasitas negara yang tidak memadai, baik sumber daya manusia maupun pembiayaan. Oleh karena itu, pemerintah perlu membuka diri terhadap Organisasi Pendidikan, Ilmu Pengetahuan, dan Kebudayaan PBB (UNESCO) guna membicarakan kemungkinan pembangunan museum bawah laut, kriteria lokasi, pemeliharaan, dan pengawasannya.

Dari potensi ratusan titik benda berharga muatan kapal tenggelam di perairan Indonesia, perlu diseleksi lokasi yang paling tepat untuk museum bawah laut. Dengan demikian, benda-benda peninggalan di museum itu kelak dapat dinikmati sebagai obyek wisata bahari. Di sisi lain, perlu dibangun museum bahari di beberapa wilayah eks kerajaan maritim Nusantara guna menyimpan koleksi artefak bawah laut yang telah diangkat. ”Dengan diangkat ke permukaan, masyarakat umum dapat mengetahui jejak peninggalan sejarah maritim,” ujarnya

Arkeolog Teliti Temuan Harta Karun di Perairan Cirebon

Setelah penemuan Harta Karun Dinasti Ming di Perairan Cirebon yang disita dari kegiatan pencarian ilegal di perairan Blanakan, Kabupaten Subang beberapa waktu lalu, Tim penanganan indikasi Ilegal Barang Barharga Muatan Kapal Tenggelam BMKT dari Kementrian Budaya dan Pariwisata, ke Cirebon untuk melakukan penelitian dan investigasi terhadap penemuan ribuan keramik Cina tersebut.

Kementerian Budaya dan Pariwisata di Mako Lanal Cirebon, Jawa Barat, tengah meneliti harta karun diduga peninggalan Dinasti Ming berupa mangkuk dan piring yang ditemukan di perairan Blanakan Subang Juni 2009 lalu. Tiga orang petugas meneliti dan mengklasifikasikan harta karun itu dan kemudian membungkusnya dengan bubble sheet (plastik pelindung bergelembung) sebelum memasukkannya ke dalam wadah khusus. Rencananya setelah pengklasifikasian, barang-barang kuno itu akan diserahkan ke Panitia Nasional Barang Mutan Kapal Tenggelam (Pannas BMKT) . MM Rini Supriatun, salah satu anggota tim Penanganan Indikasi Ilegal BMKT Dirjen Sejarah dan Purbakala Direktorat Peninggalan Bawah Air, mengatakan bahwa ia bersama dua orang rekannya sudah membuat klasifikasi mangkuk dan piring terbuat dari keramik itu menjadi 10 kelompok.”Berdasarkan motif, bentuk dan bahan bakunya kami telah mengklasifikasi keramik tersebut menjadi 10 tipe. Untuk sementara kami baru menemukan bahan baku keramik tersebut adalah terbuat dari porselain berbahan kaolin.

Mengenai kapan benda tersebut dibuat dan berapa tahun umurnya kami belum bisa memastikan karena untuk mengetahuinya butuh proses penelitian khusus,” kata Rini. Dijelaskan Rini, dari hasil klasifikasi sementara tersebut, dia memperkirakan akan menemukan lebih banyak lagi tipenya karena saat itu baru mengklasifikasi untuk jenis mangkuk sedangkan piring belum.

Mengenai apakah mangkuk dan piring tersebut dapat dikelompokkan ke dalam benda-benda bersejarah, Rini membenarkan. Bahkan jika dilihat secara kasat mata pun benda-benda tersebut dapat digolongkan dalam benda purbakala. Sedangkan mengenai kemungkinan alasan benda-benda tersebut bisa sampai ke perairan Cirebon, menurut Rini kemungkinan keramik-keramik ini merupakan barang dagangan, souvenir, hadiah atau sebagai alat tukar (barter) bangsa Cina saat menjelajah dunia hingga akhirnya singgah di Cirebon. Sementara mengenai nilai jual barang tersebut, Rini mengaku belum bisa memprediksi karena belum bisa memastikan berapa umur keramik tersebut. Selain itu Rini juga mengaku mangkuk-mangkuk ini memiliki motif yang berbeda dengan motif mangkuk yang pernah ditemui sebelumnya. “Saya baru melihat motif ini. Namun jika dibandingkan dengan keramik-keramik yang ditemukan beberapa tahun lalu di perairan Karangsong Indramayu, tampaknya keramik yang sekarang tidak lebih tua dari yang terdahulu yang dibuat pada zaman Dinasti Ming sekitar abad 10,” katanya

Rini Supriyatun yang juga arkeolog dari Dirjen Sejarah dan Purbakala, Direktorat Peninggalan Bawah Air mengatakan, pihaknya belum memastikan nilai dan usia barang-barang antik tersebut karena proses penelitian masih dilakukan. Yang jelas tegas RINI sesuai UU No 5 Tahun 1992 tentang Benda Cagar Budaya, penemuan tersebut sudah masuk kategori benda purbakala atau Benda Cagar Budaya BCG. Hingga sore kemarin, pihaknya baru menemukan sepuluh jenis keramik yang berbeda dari enam dus harta karun sitaan yang baru selesai diklasifikasi. Dari bentuk dan motifnya, kata Rini, keramik Cina yang ditemukan di perairan Blanakan Subang ini mempunyai keunikan tersendiri, selain itu dari sisi usia, Rini memperkirakan benda-benda kono ini tidak lebih tua dari penemuan serupa di perairan Karangsong, Indramayu Pada tahun 2004 yang dipastikan merupakan peninggalan Dinasti Ming sekitar abad ke 10.

Tim penanganan indikasi ilegal barang muatan kapal tenggelam dirjen sejarah dan purbakala kementrian pariwisata dan kebudayaan, hari ini meneliti ribuan harta karun yang dicuri dari perairan Cirebon. Harta karun ini akan diserahkan ke panitia nasional purbakala. Ribuan benda keramik yang terdiri dari piring dan mangkok yang diduga peninggalan Dinasti Ming, Selasa (30/3/2010) diperiksa oleh tim penanganan indikasi ilegal barang muatan kapal tenggelam dirjen sejarah dan purbakala kementrian pariwisata dan kebudayaan. Setelah dilakukan penelitian sementara, lebih dari sepuluh type yang berhasil diindentifikasi. Tetapi, masih ada type keramik lain yang belum diidentifikasi.

Semua jenis harta karun yang ditemukan ini, merupakan jenis porselein. Sementara porselein sendiri, merupakan urutan tertinggi dalam urutan gerabah. Meski sudah melakukan penelitian, tim belum berani menentukan umur harta karun ini. Untuk mengetahui usia benda purbakala ini, masih diperlukan waktu penelitian lebih lanjut. Benda-benda ini rencananya akan diserahkan ke panitia nasional purbakala, yang akan diserahkan besok. Selain titik kapal tenggelam di Blanakan, Subang, Jawa Barat, diduga masih banyak lagi harta karun yang tersimpan di perairan Cirebon.

Terhadap pencurian harta karun ini, lanal Cirebon belum menentukan tersangka. Karena pada saat ditemukan, dua kapal yang mengangkat harta karun di perairan Ciasem Blanakan Sung itu telah ditinggalkan awak kapal. Pencurian harta karun ini terungkap pada 30 Juni 2009 lalu. Saat itu, dua kapal yang sudah ditinggalkan awaknya ditemukan anggota lanal yang sedang patroli. Saat diteliti, ribuan harta karun sudah diangkat dari dasar laut.

Akan Dilelang Negara
Pemerintah Indonesia melalui panitia nasional pengangkatan dan pemanfaatan benda berharga asal muatan kapal yang tenggelam (Pannas BMKT) akan melakukan pelelangan hasil temuan kapal yang tenggelam pada abad ke-10 di perairan utara Cirebon. Menteri Kelautan dan Perikanan Fadel Muhammad menuturkan hasil temuan kabal tenggelam tersebut terdiri dari lebih 10.000 jenis yang berupa perhiasan, keramik, kristal dari era dinasti Tang. “Diperkiraan seluruh artifak memiliki nilai lebih dari US$100 juta,” ujarnya di Jakarta, hari ini. Menurut dia, pelelangan akan dilakukan oleh BMKT Cirebon sekaligus dalam satu paket. Pelalangan ini direncanakan akan digelar pada 5 Mei di Kantor Piutang Kekayaan Negara dan Lelang Jakarta III.

Menteri menyatakan dilelangnya artifak ini dalam satu paket dengan tujuan untuk mendapatkan harga yang lebih tinggi. Dia mengatakan harta karun yang diangkat dari kapal tenggelam ini dilakukan oleh PT Paradigama Putra Sejahtera bekerjasama dengan COSMIX Underwater Research Ltd. Pengangkatan benda berharga ini telah mendapatkan izin resmi dari Pemerintah RI.

Dia menyatakan hasil dari lelang itu nantinya akan dibagi dua antara Pemerintah Indonesia dan penemu benda tersebut. Dia mengatakan pengangkatan barang berharaga ini dilakukan oleh tenaga berpengalaman baik lokal maupun asing dengan menikuti ketentuan peratuaran perundangan. Sementara untuk pengendalian dan pengawasan kegaitan survei dan pengangkatannya dilakukan oleh Pannas BMKT selaku penyelenggara pengelolaan BMKT.

Fadel menambahkan lelang benda berharga asal muatan kapal yang tenggelam ini baru pertama kali dilakukan di Indonesia. Dia mengatakan pemerintah memutuskan untuk melelang sendiri agar mendapatkan nilai tambah yang maksimal bagi negara. “Dana yang didapatkan dari bagian pemerintah akan masuk ke APBN. Lelang ini akan terus dilakukan dan nantinya bila ada temuan lagi akan dilakukan proses yang sama,” katanya.

Dia mengatakan saat ini sudah banyak izin dari penemu kapal karam yang ingin mengangkat hasil temuan dari dasar laut. Dia mengatakan terdapat 6 perusahaan yang meminta izin mengangkat harta karun di 12 lokasi tersebar di laut Jawa dan Sumatera. Enam perusahaan itu adalah PT Paradigma Putra Sejahtera, PT Adi Kencana Salvage, PT Intersatira Artha Samudera Raya, PT Tuban Oceanic Research & Recovery, PT Sulung Sagara Jaya, dan PT Muara Wisesa Samudera.

Tim Arkeolog dari Kementrian Budaya dan Pariwisata Dirjen Sejarah dan Purbakala Direktorat Peninggalan Bawah Air meneliti keramik Cina yang ditemukan di perairan Subang beberapa waktu lalu. Ribuan benda cagar budaya yang diduga peninggalan Dinasti Ming te

Perairan Cirebon jadi Perburuan Harta Karun

Danlanal Cirebon Letkol Laut P Deny Septiana mengatakan, Periran Cirebon sudah sejak lama dikenal sebagai tempat perburuan liar harta karun atau Benda Berharga Muatan Asal Kapal Tenggelam BMKT. Perburuan tidak hanya dilakukan oleh penyelam tradisional dan nelayan lokal dengan peralatan yang sederhana, tetapi diduga melibatkan sindikat internasional. Menurutnya Perairan Cirebon menjadi lahan perburuan bagi pencari harta karun dari seluruh dunia, dari sekira 640 lokasi benda berharga BMKT, 120 titik di antaranya terletak di wilayah perairan Cirebon. Dengan potensi yang ada, tidak heran sudah banyak pemburu liar melakukan pengambilan benda-benda antik dari dasar laut. Permasalahan Perburuan Harta Karun yang mencuat akhir–akhir ini dengan disitanya ribuan keramik peninggalan Dinasti Ming ke 10 ini, diperkirakan sudah berlangsung lama. Sementara itu, menanggapi permasalahan Ijin Eksplorasi wilayah Laut yang dilakukan oleh pihak swasta, Kasi Perijinan Direktorat Peninggalan Bawah Air, Dirjen Sejarah dan Purbakala, Kementrian Budaya dan Pariwisata, Pahang mengatakan, kalau pihaknya memang telah mengeluarkan Ijin tersebut. Pihaknya juga membenarkan banyaknya upaya-upaya pencarian baik yang dilakukan secara legal maupun ilegal untuk mengangkat harta karun yang tersimpan di dasar perairan Cirebon. Pahang mencontohkan kasus pencarian ilegal seperti ditemukan dua kapal layar motor KLM Alini Jaya dan KLM Asli tanpa awak yang membawa ribuan harta karun yang jumlahnya mencapai ribuan di perairan sekitar Ciasem, Blanakan, Subang, Jabar yang tertangkap oleh Ditpolair Jabar.

Menurut Pahang, untuk pencarian harta karun di seluruh perairan Indonesia, pihaknya memberikan ijin kepada pihak swasta, untuk eksplorasi dan pengangkatan harta dari dasar laut. Untuk tahun 2010 pihaknya memberikan ijin kepada 7 perusahaan untuk melakukan eksplorasi di wilayah perairan Indonesia, tiga di antaranya berada di perairan Cirebon. Hasil pencarian harta bawah laut tersebut, kata Pahang selanjutnya akan dilelang yang menurut rencana akan digelar Bulan JUNI tahun 2010. Lelang tersebut atas harta karun yang ditemukan PT Paradigma Putera Sejahtera PPS di perairan Karangsong, Indramayu pada tahun 2004 lalu. Dijelaskan, pada Mei 2004 nelayan Indramayu menemukan keramik Tiongkok, berupa guci, untaian emas, perak, batu akik, yang jenisnya mencapai ratusan yang menurut hasil penelitian merupakan peninggalan Dinasti Ming atau dinasti kelima Cina, abad ke 10, dan Penemuan oleh nelayan tersebut berada di wilayah eksplorasi PT PPS.

Sementara itu, tambah Pahang, penemuan harta karun berupa ribuan keramik jenis mangkok dan piring di perairan Blanakan Subang yang saat ini sedang diteliti merupakan kegiatan ilegal karena yang mempunyai ijin ekspolasi di wilayah itu adalah PT Komexindo. Pihak perusahaan kemudian melaporkan pengangkatan harta karun ilegal tersebut ke pos AL Blanakan. Petugas kemudian mengamankan ribuan keramik sudah dikemas dalam kardus. Danlanal Cirebon Letkol Laut P Deny Septiana mengatakan, berdasarkan laporan tersebut pihaknya langsung mengamankan keramik, petugas juga mengamankan perlengkapan yang digunakan untuk mengangkat harta karun tersebut, seperti kompresor dan selang. peralatan yang digunakan masih tradisional. Dari peralatan yang digunakan tersebut dipastikan benda-benda antik tersebut diambil dari perairan dangkal, kurang dari 100 meter di bawah permukaan laut

Tim penanganan indikasi ilegal Barang Berharga Muatan Kapal Tenggelam (BMKT) dari Kementrian Budaya dan Pariwisata, turun ke Cirebon untuk melakukan penelitian dan investigasi terhadap penemuan ribuan keramik Cina hasil penyitaan dari kegiatan pencarian ilegal di perairan Blanakan, Kabupaten Subang beberapa waktu lalu.

Ketua tim penanganan , Rini Supriyatun yang juga arkeolog dari Dirjen Sejarah dan Purbakala, Direktorat Peninggalan Bawah Air mengatakan, pihaknya belum memastikan nilai dan usia barang-barang antik tersebut karena proses penelitian masih dilakukan. “Yang jelas sesuai UU No. 5 Tahun 1992 tentang Benda Cagar Budaya penemuan ini sudah masuk kategori benda purbakala atau benda cagar budaya (BCG),” ujar Rini Supriyatun.

Dikatakan, pihaknya baru melakukan klasifikasi berdasarkan jenis dan bentuk keramik. Hingga sore tadi, pihaknya baru menemukan sepuluh jenis keramik yang berbeda dari enam dus harta karun sitaan yang baru selesai diklasifikasi. Dari bentuk dan motifnya, lanjut Rini, keramik Cina yang ditemukan di perairan Blanakan Subang ini mempunyai keunikan. “Sepengetahuan saya jenis keramik ini baru pertama kali saya teliti,” kata Rini. Namun, dari sisi usia, Rini memperkirakan benda-benda kono ini tidak lebih tua dari penemuan serupa di perairan Karangsong, Indramayu Pada tahun 2004 yang dipastikan merupakan peninggalan Dinasti Ming sekitar abad ke-10.

Periran Cirebon sudah sejak lama dikenal sebagai tempat perburuan liar harta karun atau Benda Berharga Muatan Asal Kapal Tenggelam (BMKT). Perburuan tidak hanya dilakukan oleh penyelam tradisional dan nelayan lokal dengan peralatan yang sederhana, tetapi diduga melibatkan sindikat internasional. “Perairan Cirebon menjadi lahan perburuan bagi pencari harta karun dari seluruh dunia,” Kata Komandan Lanal Cirebon, Letkol (P) Deny Septiana kepada wartawan.

Dikatakan Deny, dari sekira 640 lokasi benda berharga BMKT, 120 titik di antaranya terletak di wilayah perairan Cirebon. Dengan potensi yang ada, tidak heran sudah banyak pemburu liar melakukan pengambilan benda-benda antik dari dasar laut. Penggalian juga dilakukan oleh pihak swasta yang sudah mendapatkan izin dari pemerintah untuk melakukan pengangkatan harta karun tersebut. Kasi Perizinan Direktorat Peninggalan Bawah Air, Dirjen Sejarah dan Purbakala, Kementrian Budaya dan Pariwisata, Pahang membenarkan banyaknya upaya-upaya pencarian baik yang dilakukan secara legal maupun ilegal untuk mengangkat harta karun yang tersimpan di dasar perairan Cirebon.

Pahang mencontohkan kasus pencarian ilegal seperti ditemukan dua kapal layar motor (KLM) Alini Jaya dan KLM Asli tanpa awak yang membawa ribuan harta karun yang jumlahnya mencapai ribuan di perairan sekitar Ciasem, Blanakan, Subang, Jabar oleh Ditpolair Jabar. Menurut Pahang, untuk pencarian harta karun di seluruh perairan Indonesia, pihaknya memberikan ijin kepada pihak swasta. Izin diberikan untuk eksplorasi dan pengangkatan harta dari dasar laut. “Tahun ini kami memberikan izin kepada 7 perusahaan untuk melakukan eksplorasi di wilayah perairan Indonesia, tiga di antaranya di perairan Cirebon,” ujar Pahang.

Hasil pencarian harta bawah laut tersebut, kata Pahang selanjutnya akan dilelang. “Lelang pertama baru akan dilakukan awal Bulan Juni, ini, yakni lelang atas harta karun yang ditemukan PT Paradigma Putera Sejahtera (PPS) di perairan Karangsong, Indramayu pada tahun 2004 lalu,” kata Pahang. Menurutnya, pada Mei 2004 nelayan Indramayu menemukan keramik Tiongkok, berupa guci, untaian emas, perak, batu akik, yang jenisnya mencapai ratusan yang menurut hasil penelitian merupakan peninggalan Dinasti Ming atau dinasti kelima Cina, abad ke-10. “Penemuan oleh nelayan tersebut berada di wilayah eksplorasi PT PPS,” kata Pahang.

Sementara itu, tambah Pahang, penemuan harta karun berupa ribuan keramik jenis mangkok dan piring di perairan Blanakan Subang merupakan kegiatan ilegal karena yang mempunyai izin ekspolasi di wilayah itu adalah PT Komexindo.

Pihak perusahaan kemudian melaporkan pengangkatan harta karun ilegal tersebut ke pos AL Blanakan. Petugas kemudian mengamankan ribuan keramik sudah dikemas dalam kardus. Selain mengamankan keramik, petugas juga mengamankan perlengkapan yang digunakan untuk mengangkat harta karun tersebut, seperti kompresor dan selang. Peralatan yang digunakan masih tradisional. “Dari peralatan yang digunakan tersebut dipastikan benda-benda antik tersebut diambil dari perairan dangkal, kurang dari 100 meter di bawah permukaan laut,” kata Danlana Cirebon, Letkol (P) Deny Septiana

Bukan Untuk Kepentingan negara

Pengamat budaya Joe Marbun meragukan lelang sekitar 271.381 buah barang dari kapal karam di Cirebon untuk kepentingan negara. Karena kalau kepentingan negara, tentu barang-barang itu tidak dilelang melainkan dilestarikan di dalam negeri. “Barang-barang ini kan diambil dari dasar laut pakai jasa perusahaan. Tentu perusahaan ini harus balik modal dong,” kata dia..

Dia sangat berharap agar pemerintah memikirkan ulang rencana lelang tersebut karena menurutnya, barang-barang itu adalah kekayaan budaya yang bisa mengembangkan ilmu pengetahuan. “Lagipula apakah balai lelang kita sudah siap? Saya dapat informasi lelang ini disusupi mafia barang antik kelas internasional. Barang ini akan dibeli murah dari Indonesia kemudian dijual mahal di balai lelang internasional,” kata dia. Indikasinya, kata dia, pembeli sudah ditentukan, demikian pula dengan harga .Selain itu, dia menyayangkan barang yang tetap tinggal di Indonesia sangat kecil. “Sekitar 900 buah. Sisanya semua dilelang. Seharusnya minimal sepersepuluh dari 270 ribu itu tinggal di Indonesia,” kata dia

Poksi X Fraksi PDI Perjuangan DPR RI menyatakan sikap menentang keras rencana lelang 271.381 benda-benda Cagar Budaya yang merupakan Benda Berharga asal Muatan Kapal Tenggelam (BMKT) Cirebon yang dilaksanakan 5 Mei 2010.

Mewakili anggota Poksi X Fraksi PDI Perjuangan DPR RI, Dedy Suwandi Gumelar dalam siaran pers yang diterima ANTARA, di Jakarta, Selasa, menegaskan bahwa rencana pelelangan artefak tersebut sangat terburu-buru dan terkesan dipaksakan.

Ia juga menyayangkan pernyataan Ketua Panitia Nasional Pengangkatan dan Pemanfaatan BMKT Fadel Muhamad di salah satu stasiun TV swasta pada 3 Mei 2010, yang menganggap benda-benda Cagar Budaya tersebut sebagai “barang tidak berharga” dan malah menyarankan generasi muda Indonesia untuk melihat benda-benda Cagar Budaya tersebut di museum luar negeri.

Hal ini, menurut dia, telah menunjukkan yang bersangkutan sangat tidak menghargai keberadaan budaya dan ilmu pengetahuan yang berkembang di Indonesia pada masa lampau, sehingga pada akhirnya pernyataan tersebut sangat merendahkan harkat dan martabat bangsa Indonesia sendiri.

Selain itu, Dedy juga sangat menyesalkan adanya pernyataan Ketua Panitia Nasional Pengangkatan dan Pemanfaatan BMKT yang menganggap remeh keberadaan benda-benda muatan kapal tenggelam tersebut dengan menganggapnya sebagai harta karun yang boleh diambil oleh siapapun.Iming-iming adanya keuntungan penjualan bagi pemerintah sebesar Rp900 miliar, tambahnya, semakin menunjukkan adanya kepentingan ekonomis pihak-pihak tertentu dan tidak adanya keseriusan pemerintah untuk melakukan penyelamatan benda-benda cagar budaya yang berada di bawah permukaan air.

Untuk itu, Poksi X Fraksi PDI Perjuangan DPR RI mendesak Pemerintah untuk menunda pelaksaan lelang tersebut dan segera memberikan penjelasan secara rinci kepada DPR RI mengenai keberadaan 976 buah benda-benda Cagar Budaya yang diklaim oleh Ketua Panitia Nasional Pengangkatan dan Pemanfaatan BMKT akan diserahkan kepada negara untuk menjadi koleksi museum dan disimpan di Kementrian Kebudayaan dan Pariwisata baik jenis, jumlah maupun riwayat kesejarahan benda-benda Cagar Budaya tersebut

Menteri Kebudayaan dan Pariwisata, Jero Wacik meminta berbagai kalangan tidak terlalu negatif menanggapi lelang artefak abad ke-10 berupa Barang Berharga asal Kapal Tenggelam (BMKT) Cirebon. Jero Wacik, usai pelaksanaan lelang tahap pertama yang dinyatakan tidak ada peminat di Jakarta, Rabu, mengatakan, merasa perlu menjelaskan kepada masyarakat mengingat dalam dua minggu terakhir pemberitaan mengenai lelang BMKT ini simpang-siur. “Saya terima kasih banyak yang peduli dengan kebudayaan Indonesia. Kalau memang ada hal yang mengkhawatirkan terkait kebudayaan, seperti lelang ini, selalu timbul suara keras dari masyarakat, itu ciri kecintaan masyarakat terhadap budaya Indonesia,” ujar dia. Ia menjelaskan, memang ada pemahaman yang keliru dan memang kesalahannya bahwa belum banyak sosialisasi yang dilakukan dari pemerintah. Ia meminta masyarakat agar tak terlalu negatif dengan keputusan pemerintah melelang artefak-artefak dari abad ke-10 yang berjumlah 271,381 unit. Secara jujur ia mengatakan, pemerintah tidak memiliki dana besar bahkan hanya untuk melakukan survei BMKT. Karena itu, cara yang dilakukan dengan mengikut sertakan pihak swasta. “Kalau pun pihak swasta itu kerjasama dengan pihak asing, bukan berarti itu dikuasai asing. Bisa juga karena teknologi kita terbatas, alat penyelaman tidak lengkap, dan sebagainya,” katanya.

Jumlah titik BMKT yang tercatat di Kementerian Kelautan dan Perikanan saat ini mencapai 493. Sedangkan data UNESCO terdapat sekitar 3.000 titik di Indonesia. “Saya baru minta Rp500 miliar saja untuk survei BMKT saja misalnya belum tentu dapat. Ini karena anggarannya sangat terbatas, jadi jangan terlalu negatif lah sampai ada yang bilang bisa-bisa Candi Borobudur juga bisa dijual,” lanjutnya.

Pada kesempatan yang sama, Menteri Kelautan dan Perikanan, Fadel Muhammad, mengatakan, proses lelang Benda Berharga asal Kapal Tenggelam (BMKT) Cirebon telah dilakukan secara transparan dan profesional dan hal tersebut lebih baik. Ia membenarkan banyaknya pro dan kontra atas pelelangan artefak tersebut. Sebagian besar yang kontra mempermasalahkan aspek sejarah dan kebudayaannya. Namun hal tersebut dilakukan sebagai konsekuensi dari izin yang telah diberikan kepada pihak swasta yang telah mengeluarkan dana besar untuk melakukan survei hingga pengangkatan BMKT

Lanal Cirebon Amankan Harta Karun

Sebanyak 2.366 benda bersejarah berupa mangkok dan piring yang ditaksir bernilai Rp47 miliar ditemukan secara ilegal di dasar laut perairan Cirebon diamankan petugas Pangkalan TNI Angkatan Laut (Lanal) Cirebon. Komandan Lanal (Danlanal) Cirebon, Letkol (P) Deny Septiana, mengatakan bahwa harta karun yang ditemukan dari dua kapal tanpa awak yaitu KLM Alini Jaya dan KLM Asli pada bulan Juli tahun lalu tersebut rencananya akan diserahkan ke Panitia Nasional Barang Muatan Kapal Tenggelam (Pannas BMKT) besok. “Jumlahnya sebanyak 2.366 item dan akan kami serahkan ke Pannas BMKT besok Selasa,” kata Deny di Mako Lanal Cirebon, Senin (29/3).

Dari jumlah tersebut, lanjut Deny, pihaknya akan melakukan pemilahan barang-barang yang akan dijadikan sebagai barang bukti dan untuk disimpan serta kelestarian. Selain itu untuk kasus pengambilan barang kuno secara ilegal tersebut katanya akan ditangani langsung oleh pihak Bareskrim Polri.

Disebutkan Deny, nilai satu buah mangkok yang ternyata merupakan peninggalan dari Dinasti Ming tersebut bisa mencapai harga Rp20 juta sehingga dengan jumlahnya mencapai 2.366 item maka bisa ditaksir nilai totalnya mencapai Rp47,3 miliar. “Ada seorang kolektor yang berani membeli satu item barang kuno tersebut seharga Rp20 juta. Jika dikalikan jumlah semuanya bisa mencapai Rp47,3 miliar,” katanya.

Pada bulan Juli 2009 petugas patroli TNI AL mencurigai kapal tanpa awak yang mengapung di perairan sekitar Ciasem Blanakan Kabupaten Subang Jawa Barat. Dari dalam kapal tersebut petugas menemukan ribuan benda kuno berupa mangkok dan piring peninggalan Dinasti Ming.
Mengenai kemungkinan harta karun lain yang terpendam di sekitar perairan Cirebon, Deny meyakini hal tersebut bisa terjadi.
TNI Angkatan Laut berencana mengonsentrasikan pengamanan di wilayah perairan Subang menyusul adanya rencana pengangkatan Benda Berharga Muatan Asal Kapal Tenggelam (BMKT) di sekitar Blanakan, Kabupaten Subang. “Informasi yang kami peroleh, PT Comexindo yang sudah memperoleh izin pengangkatan BMKT di wilayah perairan Subang, akan mulai melakukan pengangkatan minggu-minggu ini,” ungkat Komandan Pangkalan TNI AL (Lanal) Cirebon Letkol Deni Septiana, Sabtu (3/4/2010).

Ia mengatakan, pengamanan dilakukan untuk mengantisipasi adanya kemungkinan pengangkatan BMKT secara ilegal oleh pihak-pihak yang tidak bertanggung jawab. “Ribuan piring dan mangkok yang diduga peninggalan dinasti Ming sudah berhasil diangkat dari perairan Blanakan beberapa waktu lalu, dan diperkirakan masih ada satu jutaan item lagi yang belum terangkat,” ungkap Deni.

Benda-benda yang diperkirakan merupakan bekas peninggalan abad ke-10 tersebut bentuknya tidak hanya mangkok dan piring saja, tetap ada jenis-jenis benda lainnya seperti guci dan tidak menutup kemungkinan adanya logam mulia. Untuk mengamankan perairan Blanakan tersebut sedikitnya tiga kapal akan siagakan.

Menurut Danlanal, periran utara pulau Jawa, khusunya perairan Cirebon sudah sejak lama dikenal sebagai tempat perburuan liar harta karun atau BMKT. Perburuan tidak hanya dilakukan oleh penyelam tradisional dan nelayan lokal dengan peralatan yang sederhana, tetapi diduga melibatkan sindikat internasional. “Perairan Cirebon menjadi lahan perburuan bagi pencari harta karun dari seluruh dunia,” kata Deni. Sebelumnya, penemuan harta karun berupa ribuan keramik jenis mangkok dan piring di perairan Blanakan Subang dinilai sebagi kegiatan ilegal karena dilakukan pihak yang tidak mengantongi izin eksplorasi maupun pengangkatan di perairan tersebut.

Sementara itu Komandan Pangkalan TNI AL (Danlanal) Cirebon , Letkol (P) Deny Septiana meluruskan tentang kronologis terungkapnya penemuan harta karun ilegal tersebut. Dijelaskan Deny pengamanan benda-benda sejarah tersebut dilakukan berdasarkan adanya laporan dari PT Komexindo, perusahaan eksplorasi bawah laut. “Kami mendapat informasi dari PT Komeksindo tentang adanya bongkar muat benda-benda bersejarah dari kapal KMN Asli dan KMN Alini Jaya pada tanggal 30 Juni 2009. Kemudian ditindak lanjuti, ternyata benar kami menemukan 2.336 buah benda yang sudah dikemas dalam puluhan kardus siap kirim,” kata Deny.

Namun dari kapal tersebut, lanjut Deny, pihaknya tidak mendapatkan awak maupun pemiliknya sehingga sebagai langkah awal puluhan dus benda bersejarah tersebut diamankan di Mako Lanal Cirebon.Sebagai langkah selanjutnya atas penanganan benda-benda cagara budaya tersebut, lanjutnya, untuk saat ini sedang dilakukan klasifikasi untuk selanjutnya dikirim ke Pannas BMKT. “Hari ini sedang ditangani oleh pihak dari Kemenbudpar dan selanjutnya besok (31/3) akan diserahkan ke Panitia Nasional BMKT, sedangkan kasus penemuan benda cagar budaya ilegal tersebut akan ditangani oleh pihak Bareskrim Mabes Polri untuk mengusut siapa pihak yang bertanggung jawab atas temuan tersebut,” tegas Deny

Artefak Dilelang, Artefak Dimuseumkan

Lelang harta Karun

Ribuan potong batu permata, rubi, emas, dan keramik Kerajaan Tiongkok, serta perkakas gelas Kerajaan Persia senilai lebih kurang Rp 720 miliar dilelang di Jakarta, Rabu (5/5/2010). Harta karun itu ditemukan dari bangkai kapal berusia 1.000 tahun di perairan Cirebon, Jawa Barat.

Luc Heymans, seorang pemburu harta karun bawah laut, mengatakan, itu merupakan temuan terbesar di Asia yang setara dengan temuan harta kapal jenis Galeon Spanyol Atocha yang tenggelam di perairan Florida, Amerika Serikat, tahun 1622, yang menggegerkan dunia. Demikian disebutkan kantor berita AFP, Minggu. Harta karun di perairan Cirebon itu semula ditemukan tersangkut jaring nelayan.”Temuan ini berasal dari sekitar tahun 976 Masehi. Ketika itu, perdagangan dan pelayaran antara Jazirah Arab-India-Sumatera dan Jawa sangat ramai,” tutur Heymans.

Menurut Heymans, diduga ada pejabat tinggi Kerajaan Tiongkok yang menumpang kapal bermuatan harta karun yang ditemukan itu. Pasalnya, kapal yang belum diketahui namanya itu memuat banyak keramik khusus milik Kerajaan Tiongkok.

Heymans dan tim menyelam sebanyak 22.000 kali untuk mengangkut harta dengan jumlah 11.000 mutiara, 4.000 rubi, 400 safir merah, dan 2.200 batu akik merah. Selain itu, ditemukan pula vas terbesar dari Dinasti Liao (907-1125 Masehi) dan keramik Yue dari era lima dinasti (907-960) dengan warna yang khusus digunakan untuk perkakas kekaisaran. Harta karun itu diangkat dari dasar laut sejak Februari 2004 hingga Oktober 2005.

Pelaksana Tugas Direktur Kelautan Pesisir dan Pulau-pulau Kecil Sudirman Saad, yang juga Sekretaris Jenderal Panitia Nasional Pengangkatan dan Pemanfaatan Benda Berharga asal Muatan Kapal Tenggelam, yang berada di Ambon, Minggu, mengatakan, pelelangan untuk 271.381 keping benda berharga muatan kapal tenggelam yang diangkat dari perairan Cirebon dilakukan pada 5 Mei 2010. Pelelangan dilakukan melalui Kantor Piutang Kekayaan Negara dan Lelang Jakarta III dan terbuka untuk pasar internasional. Koleksi artefak itu berasal dari era lima dinasti Tiongkok yang hanya berkuasa selama 53 tahun, meliputi Dinasti Liang (907-923), Tang (923-936), Jin (936-947), Han (947-951), dan Zhou (951-960). Selain itu, ditemukan juga artefak kerajinan gelas berasal dari Kerajaan Sasanian (Persia) dan Rock Crystal peninggalan Dinasti Fatimiyah (909-1711) yang berpusat di Mesir modern.

Hasil pelelangan benda berharga itu diharapkan mencapai 100 juta dollar AS, dibagi rata antara pemerintah dan perusahaan yang melakukan eksplorasi. Pengangkatan benda berharga muatan kapal tenggelam di Cirebon yang berlangsung sejak Februari 2004 hingga Oktober 2005 itu dilakukan oleh PT Paradigma Putra Sejahtera bekerja sama dengan Cosmix Underwater Research Ltd dengan izin Pemerintah Indonesia.
Lelang harta karun atau tepatnya benda cagar budaya hasil pengangkatan dari kapal karam kuno di laut Jawa utara Cirebon, Rabu (5/5/2010), merupakan konsekuensi dari izin yang telah diberikan pemerintah. Karena benda cagar budaya atau BCB merupakan kekayaan bangsa Indonesia dan menurut UU dikuasai oleh negara, lelang diharuskan berlangsung di balai lelang pemerintah dan 50 persen dari hasil lelang diperuntukkan bagi pemerintah dan harus disetor ke kas negara. “Izin pengangkatan di era Presiden Soeharto dilatari oleh ulah Berger Michael Hatcher yang telah banyak mengambil harta karun dari peninggalan arkeologis bawah laut Indonesia secara ilegal. Hatcher yang warga negara Australia kelahiran Inggris tahun 1940 itu tak mau bagi hasil lelang sehingga Presiden RI menerbitkan Keputusan Presiden Nomor 49 Tahun 1985 tentang Izin Survei dan Pengangkatan,” kata Direktur Peninggalan Bawah Air Direktorat Sejarah dan Purbakala Kementerian Kebudayaan dan Pariwisata Surya Helmi menjawab Kompas, Senin (3/5/2010) malam.

Surya Helmi melukiskan, Hatcher pernah antara lain melelang 225 batang emas dan 160.000 potong keramik di balai lelang Christie di Amsterdam tahun 1985. Hasil jarahan Hatcher itu bernilai sekitar 16 juta dollar AS. Surya Helmi menjelaskan, daripada Indonesia tak mendapatkan apa-apa, terbitlah keppres yang mengizinkan survei dan pengangkatan. Karena investor telah keluar uang relatif besar, maka izin lelang juga dikeluarkan pemerintah melalui Menteri Keuangan. Investor baru mengantongi izin lelang akhir tahun 2009, sementara pengangkatan telah selesai 2005/2006.

Proses izin lelang baru keluar karena selain menunggu terbitnya Keputusan Menkeu, yaitu Kepmen Keuangan No 184/PMK.06/2009 tentang Tatacara Penetapan Status Penggunaan dan Penjualan Benda Berharga Asal Muatan Kapal Tenggelam (BMKT), juga karena pemerintah melakukan kajian terhadap benda-benda cagar budaya yang akan dilelang. Keppres No 49/1985 kemudian diperbarui dengan Keppres Nomor 19 Tahun 2009 tentang Kepanitiaan Nasional BMKT. Sebelum pelelangan ini, pemerintah punya kesempatan pertama memilih tiap-tiap jenis temuan BCB untuk dikoleksi demi kepentingan penelitian dengan jumlah sekitar 1.000 potong BCB. Sisanya kemudian untuk dilelang.

Surya Helmi menjelaskan, keberadaan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1992 tentang Benda Cagar Budaya yang diadopsi dari undang-undang milik Belanda memberi celah untuk pihak lain dalam menguasai BCB. “Karena itu, DPR menggunakan hak inisiatif sekarang untuk merevisi UU Nomor 5 tahun 1992 tersebut. Jika DPR RI memandang tak perlu ada pengangkatan dan karena itu juga tak ada lelang BCB, maka pemerintah menyerah kepada DPR RI sekarang karena itu inisiatif DPR RI,” ungkap Surya Helmi.

Sekarang, dari sekitar 40 izin survei dan pengangkatan yang telah dikeluarkan, hanya sekitar 10 perusahaan yang sudah jalan. Yang belum jalan mungkin terkendala dana atau tenaga ahli. Untuk survei dan pengangkatan, sebuah perusahaan memerlukan dana puluhan miliar rupiah. Namun, hasilnya belum diketahui. “Maunya perusahaan untung, tapi belum tentu,” katanya “Lelang yang dilakukan Rabu besok adalah yang pertama secara resmi dilakukan oleh balai lelang pemerintah,” tambah Surya Helmi.
Hingga Selasa siang, sudah belasan pihak yang mendaftar untuk menjadi peserta lelang harta karun asal kapal tenggelam di perairan Cirebon yang akan berlangsung pada Rabu (5/5). “Saat ini ada belasan yang sudah mendaftar terdiri dari pihak museum, kolektor seni dan ada dari pihak pemerintahan asing,” kata Ir. Eddy Sudartanto, Kepala Bagian Komunikasi Kementerian Kelautan dan Perikanan RI, Selasa.

Eddy tidak bersedia merinci lebih jauh identitas dan nama negara yang menjadi peserta lelang tersebut. Dia mengingatkan, tujuan penggalian adalah untuk mengambil harta karun kapal karam dan penelitian ilmu pengetahuan. Kegiatan mengangkat harta karun itu dijaga sangat ketat oleh petugas. “Pengawasan sangat ketat, dari penyelaman hingga proses pengangkatan diawasi kepolisian dan TNI AL sehingga tidak ada harta satupun yang diambil,” katanya.

Ketika ditanya ANTARA News mengenai beberapa elemen masyarakat yang menolak kegiatan pelelangan tersebut, Eddy mengemukakan “pada prinsipnya tidak ada manfaatnya kalau tetap di bawah laut,” katanya. Pengangkatan harta karun kapal karam di Cirebon berlangsung dari April 2004-Oktober 2005 yang dilakukan oleh PT Paradigma Putra Sejahtera (PPS). Lelang akan dilakukan pada hari rabu tanggal 5 mei 2010 dari pukul 14.00 WIB hingga pukul 16.00 WIB yang berlokasi di Ballroom gedung Mina Bahari II Kementrian kelautan dan perikanan Jl. Medan Merdeka Timur No. 16 Jakarta pusat
Dalam pelaksanaan lelang tersebut ternyata telah dianggap gagal oleh berbagai pihak. Penyebab kegagalan pelelangan pertama kali harta kapal tenggelam, yang berlangsung di Gedung Kementerian Kelautan dan Perikanan, Rabu di Jakarta, diduga adalah peraturan pemerintah yang mengharuskan peserta terlebih dulu menyetor uang jaminan 20 % atau 16 juta USD. “Tidak mungkin dalam sepekan peserta lelang harus mengumpulkan uang senilai 16 juta dolar diluar negeripun tidak ada,” kata Adi Agung Tirtamarta, Presiden Direktur PT Paradigma Putra Sejahtera, perusahaan swasta yang melakukan pengangkatan harta karun Cirebon.

Dia mengusulkan uang jaminan bisa diganti dalam bentuk lain. “Seharusnya bisa bunga garansi atau jaminan bank, apakah mungkin misalnya Museum Nasional Singapura memberikan dokumen palsu,” katanya. Luc Heymans, seorang warga Belgia yang telah menghabiskan 10 juta USD untuk pengangkatan harta karun itu mengeluhkan hal serupa. “Saya terkejut dengan aturan ini yang harus memberikan deposito 20 % disamping persiapan waktu yang minim,”
Para kolektor barang-barang seni Indonesia mengharapkan lelang Benda Berharga asal Muatan Kapal Tenggelam (BMKT) Cirebon dapat dilakukan per unit. “Banyak sebenarnya para kolektor Indonesia yang berminat untuk memiliki artefak-artefak tersebut. Karena itu saya usulkan lelang jangan untuk pemborong saja,” kata Presiden Direktur PT Balai Lelang Indonesia, G Gunawan, usai mengikuti lelang artefak abad ke-10 di Jakarta, Rabu. Ia mengatakan sejarah perdagangan yang “diceritakan” oleh artefak-artefak yang dilelang satu lot tersebut sangat penting. Dengan memisah benda-benda berharga tersebut berarti risiko untuk kehilangan sekaligus benda-benda bersejarah tersebut dapat dihindari. Bisa saja, lanjut Gunawan, museum yang memberi satu lot artefak lima dinasti dari China tersebut mengalami musibah, dan akhirnya bukti sejarah Indonesia akan hilang tak tersisa. Menurut dia, penjualan per unit pun justru akan memberikan hasil yang lebih besar apabila dijual secara borongan.

“Jelas kalau benda-benda ini dijual borongan tidak ada kolektor Indonesia yang mampu membelinya, sisihkan lah bagi rakyat Indonesia, siapa tahu ada yang ingin menyimpan satu unit,” ujar dia. Atas tidak adanya peminat pada lelang tahap awal tersebut, Menteri Kelautan dan Perikanan, Fadel Muhammad mengatakan pemerintah akan melakukan evaluasi dan melaporkannya ke Presiden. Ia membenarkan sudah banyak pihak asing termasuk dari museum telah berminat menawar langsung kepada pemerintah. “Tentu banyak juga museum dari Singapura, Taiwan, dan China yang telah melakukan pembicaraan informal. Tapi kita coba tenangkan dulu pro dan kontra di masyarakat, baru dibicarakan lagi secara `G to G`,” katanya. Sebelumnya telah disebutkan bahwa ada 20 peminat lelang 271.000 lebih artefak BMKT Cirebon. Namun hingga malam menjelang proses lelang belum ada yang menyetorkan dana 20 persen dari 80 juta dolar AS yang dipersyaratkan. Karena itu Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) yang pada saat lelang diinterupsi oleh aksi demo tunggal mahasiswa Universitas Indonesia bernama Aditya akan tetap menjalankan lelang sesuai peraturan yang ada.
Tidak semua artefak yang diangkat dari perairan Cirebon dilelang. Terdapat 272.372 unit artefak dan 991 unit di antaranya disimpan di museum sedangkan lainnya dilelang meski acara yang berlangsung pada Rabu 5 Mei tersebut tanpa satupun peserta. Menurut Peneliti Riset Pusat Penelitian dan Pengembangan Arkeologi Nasional, Nanik Harkantiningsih Wibisono, tidak ada perbedaan kualitas artefak yang dimuseumkan dan yang dilelang. “Kualitasnya sama saja hanya jenis dan jumlahnya yang beda, misalkan dari seratus piring kita ambil satu buat museum,” kata Nanik yang juga menjabat Staf Ahli Lelang Kementerian Kebudayaan dan Pariwisata di Jakarta, Rabu.

Dia menjelaskan, ada lima kriteria menyangkut artefak, yang pertama adalah asal dan waktu pembuatannya. “Setiap negara pasti mempunyai ciri khas sendiri seperti China yang umumnya identik dengan gambar Naga dan pembuatannya berbeda dari dinasti satu dengan dinasti yang lain,” katanya. Selanjutnya adalah keindahan, yang dilihat dari motif dan warna seperti peninggalan botol Dynasti Liao (907-1126) yang didominasi warna putih.”Botol Dynasti Liao sangat indah berwarna putih dengan lehernya yang tinggi,” katanya.
Ketika ditanya bagaimana mengukur keindahan itu sendiri, Nanik yang juga Arkeolog mengatakan “Wah mengukur keindahan tidak bisa dibicarakan dalam sehari, saya saja arkeolog butuh 30 tahun mempelajari sebuah guci,” katanya. Kriteria ketiga adalah kelangkaan artefak, yang dilihat dari banyaknya jenis dan umur. “Kelangkaan itu dilihat dari jenis, misalnya dari seratus guci yang berlogo naga cuma ada sepuluh dan umurnya peninggalan Dynasti Liao itu langka karena mereka memerintah dalam kurun waktu yang sedikit dengan corak budaya yang unik,”katanya. Keempat, tipologi atau bentuk, misalnya bulat, pipih dan lonjong. Kriteria terakhir tapi terpenting adalah konteks, karena artefak itu memiliki nilai sejarah tersendiri. “Artefak ini memiliki sejarah yaitu peninggalan-peninggalan kapal karam China ketika melakukan kerjasama dengan kerajaan Sriwijaya,” katanya
Sebuah ruang besar berhias beberapa lampu besar dengan permadani biru menjadi saksi bisu batalnya pelelangan pertama harta karun Indonesia di gedung ballroom Mina bahari tiga di Kementerian Kelautan dan Perikanan, Jakarta pada Rabu (5/5). Pelelangan pertama itu dihadiri pejabat Menteri Kelautan dan Perikanan Fadel Muhammad, Menteri Kebudayaan dan Pariwisata Jero Wacik maupun masyarakat bahkan warga asing salah satunya Piere Haelterman asal Belgia. “Pelelangan ini yang pertama di Indonesia dan saya tidak akan menyia-nyiakan kesempatan itu,” ujar Haelterman sambil memegang kamera. Haelterman mengaku teman dari pemburu harta karun asal Belgia Luc Heymans, yang mengangkat barang lelang tersebut dari dasar laut perairan Cirebon.

Namun, dari sekian kemegahan ruangan itu ada sesuatu yang terlihat ganjil yaitu 25 kursi peserta lelang yang dilapisi kain putih tidak ada satupun perserta lelang yang duduk hingga acara ditutup. “Wah percuma saja acara pelelangan tidak ada peserta lelang, coba kamu duduk situ biar saya foto,” ujar salah satu wartawan foto kepada temannya saat mengungkapkan kekesalan.

Acara lelang pertama dibuka sekaligus ditutup oleh pembacaan laporan lelang oleh Ira Ningsih, Pejabat Lelang Kelas I Kantor Pelayanan Kekayaan Negara dan Lelang Jakarta III. “Karena tidak ada penawaran lelang, maka lelang ini saya tutup,” katanya sambil mengetuk palu. Fadel yang juga Ketua Panitia Nasional yang bertanggung jawab akan proses lelang tersebut mengemukakan tidak adanya peserta karena waktu sosialisasi yang sangat kurang.

“Panitia nasional mengakui bahwa waktu yang diberikan sangatlah kurang yaitu enam hari,” katanya dalam acara tersebut.”Kami akan menggelar pertemuan dulu dengan bapak Presiden membahas agenda permasalahan yang ada,” lanjut Fadel. Pernyataan itu juga diperkuat oleh George Gunawan, Ketua Asosiasi Balai Lelalang Indonesia. “Di luar negeri lelang laku dan tidak laku itu sudah biasa tapi persiapan mereka dari satu tahun sebelumnya,” katanya.

Larangan lelang Unesco

Tak ada masalah terhadap rencana lelang hasil penggalian arkeologi di bawah air (harta karun), karena dilihat dari aturan yang sudah disepakati, tak ada poin-poin yang dilanggar. Lagi pula, sudah ada panitia nasional yang melibatkan pihak terkait seperti Kementerian Perikanan dan Kelautan, Kementerian Pendidikan, Kementerian Kebudayaan dan Pariwisata, dan Kemenertian Keuangan.Hal itu dikemukakan arkeolog maritim dari Universitas Indonesia Heriyanti, menjawab Kompas, menanggapi larangan dari UNESCO. “Semua sudah sesuai prosedur yang berlaku. Dilihat dari aturan yang sudah disepakati, tidak ada masalah. Investor sudah begitu banyak investasi, tentu berharap meraih keuntungan. Untuk itu uang negara tak keluar seperser pun, malah kalau terjual 50 persen masuk ke kas negara,” kata Heriyanti, Jumat (16/4/2010) malam.
Heriyanti menjelaskan, sebelum proses lelang, pihak investor telah memberikan sampel terbaik ke berbagai perguruan tinggi untuk pembelajaran. Yang diambil perguruan tinggi dari hasil temuan harta karun dasar laut itu adalah kualitas artefak, bukan kuantitas. “Untuk penggudangan sebanyak ratusan ribu artefak, Indonesia tak akan mampu. Kalau itu disimpan semua dan tidak dilelang, untuk apa? Karena untuk menyimpan benda-benda arkeologi itu butuh gudang penyimpanan yang relatif besar, disimpan terus-menerus, apa Pemerintah mampu? Untuk kepentingan museum bukan kuantitas, tapi kualitas,” tandasnya. Tentang larangan lelang oleh UNESCO, demikian arkeolog Heriyanti, UNESCO bisa saja melarang. Akan tetapi, Indonesia tidak gegabah dalam hal ini. Indonesia bukanlah neraga yang ikut meratifikasi konvensi Penggalian Peninggalan. Karena itu, Indonesia boleh saja melelang benda-benda arkeologi bawah air.

Sulitnya Melacak harta Karun

Menemukan lima situs kapal kuno yang karam di sekitar perairan Karimunjawa, Jawa Tengah, bukanlah perkara mudah. Maklum, barang yang ditemukan relatif kecil jika dibandingkan luas dan dalamnya lautan. Selain itu, teknologi yang digunakan pun masih sangat terbatas. Masih ada ratusan kapal kuno lainnya yang diperkirakan karam di sekitar perairan Indonesia. Kapal-kapal kuno itu karam sejak zaman Kerajaan Sriwijaya (abad VII) hingga Dinasti Song (abad X–XIII). Untuk melacak kapal-kapal karam itu, Indonesia hanya punya satu unit alat magnetometer AX2000. Itu pun hasil pemberian asing yang telah bekerja sama dengan Indonesia untuk melakukan survei sejak tahun 2009. ”Walaupun bukan tipe yang terbaru, dengan bantuan magnetometer AX2000 itu kami sudah sangat terbantu,” kata Gunawan, Kepala Subdit Eksplorasi Direktorat Jenderal Arkeologi Bawah Air Kementerian Kebudayaan dan Pariwisata, Senin (26/4) di Jakarta. ”Peralatan lain, seperti Global Positioning System (GPS)-Map juga punya satu,” katanya.Kalau peralatan sudah minim, jangan tanya soal kapal atau perahu yang khusus untuk survei. Jawabannya, tidak ada. Setiap kali kegiatan harus menyewa kapal atau perahu. Belum lagi bicara soal sumber daya manusia di bidang arkeologi bawah air yang terbatas, yang hanya memiliki dua penyelam andal untuk kedalaman sekitar 50 meter. Ditambah lagi, kerja penuh risiko itu juga tak ada asuransinya.
Begitu menyedihkan dan betapa bangsa ini belum menunjukkan kepedulian dengan arkeologi bawah air. Berdasarkan berbagai dokumen sejarah, di laut Indonesia yang luasnya sekitar 5,8 juta kilometer persegi terdapat sekitar 500 titik lokasi kapal kuno yang karam sekitar tahun 1508-1878.

Sementara dari informasi sejarawan China menyebutkan, dari abad X sampai XX, sekitar 30.000 kapal China yang berlayar ke wilayah Indonesia tidak kembali. Itu baru kapal China. Belum lagi kapal-kapal dagang Belanda (VOC), Inggris, Portugis dan Spanyol, yang tentu tak terhitung jumlahnya, karam mulai dari perairan Sumatera, Jawa, Kalimantan, Sulawesi, hingga bagian timur Indonesia, yang sejak zaman dulu menjadi daerah lalu lintas kapal yang ramai. Menurut Direktur Peninggalan Arkeologi Bawah Air Direktorat Jenderal Sejarah dan Purbakala Kementerian Kebudayaan dan Pariwisata Surya Helmi, peninggalan arkeologi bawah air yang ditemukan di dasar laut merupakan sumber daya budaya maritim yang penting bagi perkembangan ilmu pengetahuan, sejarah, dan kebudayaan sehingga keberadaannya dilindungi oleh Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1992 tentang Benda Cagar Budaya.

Teknologi untuk survei

Potensi situs yang sangat banyak, sedangkan pengawasan lemah di lautan yang sangat luas, menyebabkan kasus-kasus pencurian benda cagar budaya (BCB) bawah air marak sejak tahun 1980-an. Yang paling menghebohkan adalah kasus di sekitar Karang Heliputan, Provinsi Riau. Tahun 1989, Michael Hatchar, arkeolog maritim asal Australia, melakukan pengangkatan BCB secara ilegal. Dari kapal Geldernmaisen yang digunakan untuk mengangkat BCB di bawah air tersebut, disita 140.000 keramik dan 225 logam mulia peninggalan Dinasti Ching dari abad 18-19 Masehi. Meskipun demikian, Hatcher berhasil melelang BCB temuannya di balai lelang Belanda Christie senilai 15 juta dollar AS atau sekitar Rp 135 miliar setara uang rupiah saat ini. Bukan itu saja, pada 1999 di Batu Hitam, Bangka Belitung, sebuah perusahaan asing mengambil ratusan emas batangan dan 60.000 porselen China dari Dinasti Tang yang dilelang senilai 40 juta dollar AS. Tidak diketahui kasus-kasus pencurian lainnya yang luput dari perhatian.

Cara melacak

Untuk melacak keberadaan kapal karam didahului dengan studi literatur, informasi dari nelayan atau penduduk setempat, dan orang yang mengetahui. Menurut Gunawan, sesudah itu ditentukan areal survei dalam peta kerja. Kapal dengan menggunakan magnetometer, side scan sonar, deteksi logam, dan GPS Pam Sounder, berkeliling membuat jalur magnetometer. ”Magnetometer yang ditarik kapal berkecepatan 3,5 knot/jam melayang sekitar 7-8 meter dari dasar lautan. Magnetometer bisa mendeteksi keberadaan besi atau logam lain meskipun tertimbun lumpur atau ditutupi karang lebih dari satu meter,” ujarnya.

Jika menemukan timbunan logam, magnetometer memantulkan sinyal yang kemudian ditangkap pada layar komputer di atas kapal. Sinyal ini diubah dalam bentuk tiga dimensi, sehingga petugas di atas kapal bisa memastikan barang yang teridentifikasi di dalam laut tersebut kapal atau bukan. ”Jika diduga kapal, selanjutnya dilakukan penyelaman untuk memastikan muatannya,” kata Gunawan. Kelihatannya sederhana. Namun, tidak gampang melakukannya karena luasnya wilayah lautan Indonesia.




Sumber : Koran anak Indonesia

Perkenalan September 20, 2008

Posted by kotakpencil in Uncategorized.
add a comment

Hallo………para blogger.Perkenal nech Ogut.Orang baru di dunia blog.Mohon petunjuk kepada blogger yang dah lihai di dunia perbloggeran,he…………he………..

Blog ini di dedikasikan kepada orang-orang yang berpengaruh di dalam kehidupan Ogut n semoga apa yang akan Ogut tulis di blog ini bisa bermanfaat bagi para blogger mania.

See U………

Regard…………..